selayang pandang
diri mengaduk hasrat
bungkam sekian lama
tak juga ada jawab
camar riuh memekik-mekik
pasir berwarna kelabu
jala sudah digulung
perahu ikut mematung
ketika kembali
dua tahun meninggalkan pesisir
rindu aroma asin , sentuh angin barat
menggaruki pipi
aku tak menyangka bakal menemukanmu
lagi
panas udara masih sama
punggung hitam bertarung terik matahari
tulang kulit sedikit gumpal otot
guratan waktu pada kulit
kaki dengan telapak
pecah-pecah
yang berubah hanya
deretan gubuk sunyi
semakin doyong ke kiri
tanpa pekik perempuan
bersenda atau memanggil anak-anak
pulang
kalaupun ada hanya yang renta
menggaruk uban sambil merajut jala
2 tahun meninggalkan pesisir
kampung tanpa perempuan itu nyaris mati
mimpi gelimang rupiah meluncur manis
dari bibir tekong
tanah seberang
bukan cuma makan nasi 3x sehari
baju2, bedak, gincu
bahkan membangun tembok bata pengganti anyam bambu
dinding rumah
biar angin malam tak sedikitpun
mengusik nyenyak tidur
bocah-bocah tertinggal
beranjak besar
tumbuh jadi sosok getir
berwatak liar
kehilangan ibu
sejak masih menyusu
alam satu-satunya guru
mendidik tak kepalang tanggung
selayang pandang,
aku duduk di tepian
pantai masih sepi
memainkan nada rindu, mimpi
dan sakit hati...
Menjelang mudik, sepanjang pantura
27 Agustus 2011
Berpeluk Puisi
Jumat, 26 Agustus 2011
~LeBaRaN di KaMpUnG~
Gema takbir
masjid pinggir jalan
berkumpul jamaah
kilau baju baru
wangi2an
senyum, salam, salim
bertaburan
gincu memoles
sanak kerabat, teman sepermainan
tetangga
alpa dan dosa2
lebur dalam
gurau tawa
bau opor
ketupat
sambal terasi
masih menyisa
dingin tungku
asap dapur
baru mengepul
meja tertata
jajanan aneka rupa
taplak baru
tembok bau cat
basah
tangan siap2 menggenggam
pecahan seribu
uang kertas
hingar bingar
fitrah yang saru
30 hari
nyaris tak sisa
ramadhan berwujud pesta
euforia saat kekangan
nafsu
dilepas
perempuan-perempuan
melepas kerudung
gaun panjang
menaruh sejadah, mukena
Al-Qur'an
rapat2 di lemari
di kampung
kerja setahun
lenyap dalam
sehari dua
biarlah,
emak bapak
bungah hati
anak sudah mapan
dari kota
ajang cemburu
bisik-bisik tetangga
besok saatnya kembali
berdesakan di bis
antar kota
siap bertarung
hidup
rupiah demi rupiah
tiap malam
leleran keringat
bilik kamar
lampu remang
mendesah
menjerit parau
suara nafsu
tawar menawar
harga diri
kemana pergi
puasa seharian,
lantun ayat-ayat
dakwah taraweh tentang
rupa-rupa dosa?
mungkin menguap waktu
emisi asap bis
menyesaki udara
terminal
lambai emak
mengantar harap
Rupiah mengalir
melapisi gelut
siang malam
kemaksiatan
Lebaran telah usai
di kampung...
Taqobalallahu Minna Wa Minkum, Taqobalallahu Yaa Kariim...
Surabaya, Agustus 2011
(Mengenang Srintul dan perempuan-perempuan serupa)
masjid pinggir jalan
berkumpul jamaah
kilau baju baru
wangi2an
senyum, salam, salim
bertaburan
gincu memoles
sanak kerabat, teman sepermainan
tetangga
alpa dan dosa2
lebur dalam
gurau tawa
bau opor
ketupat
sambal terasi
masih menyisa
dingin tungku
asap dapur
baru mengepul
meja tertata
jajanan aneka rupa
taplak baru
tembok bau cat
basah
tangan siap2 menggenggam
pecahan seribu
uang kertas
hingar bingar
fitrah yang saru
30 hari
nyaris tak sisa
ramadhan berwujud pesta
euforia saat kekangan
nafsu
dilepas
perempuan-perempuan
melepas kerudung
gaun panjang
menaruh sejadah, mukena
Al-Qur'an
rapat2 di lemari
di kampung
kerja setahun
lenyap dalam
sehari dua
biarlah,
emak bapak
bungah hati
anak sudah mapan
dari kota
ajang cemburu
bisik-bisik tetangga
besok saatnya kembali
berdesakan di bis
antar kota
siap bertarung
hidup
rupiah demi rupiah
tiap malam
leleran keringat
bilik kamar
lampu remang
mendesah
menjerit parau
suara nafsu
tawar menawar
harga diri
kemana pergi
puasa seharian,
lantun ayat-ayat
dakwah taraweh tentang
rupa-rupa dosa?
mungkin menguap waktu
emisi asap bis
menyesaki udara
terminal
lambai emak
mengantar harap
Rupiah mengalir
melapisi gelut
siang malam
kemaksiatan
Lebaran telah usai
di kampung...
Taqobalallahu Minna Wa Minkum, Taqobalallahu Yaa Kariim...
Surabaya, Agustus 2011
(Mengenang Srintul dan perempuan-perempuan serupa)
SeTeLaH HaRi InI
biar rasa
berkembang purna
jendela terbuka lebar
menanti fajar
air, angin, api
leburnya jiwa dalam
semesta
aku mencarimu
dari pagi
hingga malam buta
aku sungguh-sungguh
lelah...
Sabtu malam, 13 Agustus 2011
berkembang purna
jendela terbuka lebar
menanti fajar
air, angin, api
leburnya jiwa dalam
semesta
aku mencarimu
dari pagi
hingga malam buta
aku sungguh-sungguh
lelah...
Sabtu malam, 13 Agustus 2011
BaGaImAnA RaSaNyA
Seperti apa rasanya,
menyentuh kenikmatan lewat ombak di laut,
yang bergelora, menjinakkan makna
tak terdekap
Seperti apa rasanya,
mengendalikan mau lewat batu di pegunungan,
patuh dan tenang,
untuk lenyap bersama gema
Aku hanya tau bagaimana
merasakan kehadiranmu,
dalam diam
sebagai sejuk embun -
mengalir lembut di dasar sumsum
Aku hanya tau bagaimana
mencintaimu, dengan berhenti tepat di titik subuhmu,
tumpuan segala sujudku
Sebab kau, kekasihku
berkuasa atas semua rasa sakit,
dari luar atau dalam
jasad atau jiwa
maka aku ingin bersahabat denganmu,
meninggalkan kenyerian
jauh di belakangku.
Engkau menjadi pijar
titik api
ketika aku terjerambab
meraba-raba
dalam gelap
dan menarik lenganku keluar
dari segala
ketakutan
Hadirmu adalah nyawa
setiap tarikan
nafas hidupku
Bila benar hidup serupa
roda pedati,
aku ikhlas,
selama engkau adalah jalanan yang kulewati
( Puisi Keroyokan, Edisi Roman: David Surya & Caesarina)
16 Agustus 2011
Didedikasikan buat seorang teman yang sedang merayakan perkawinan
dalam gamang...
· · Bagikan · Hapus
menyentuh kenikmatan lewat ombak di laut,
yang bergelora, menjinakkan makna
tak terdekap
Seperti apa rasanya,
mengendalikan mau lewat batu di pegunungan,
patuh dan tenang,
untuk lenyap bersama gema
Aku hanya tau bagaimana
merasakan kehadiranmu,
dalam diam
sebagai sejuk embun -
mengalir lembut di dasar sumsum
Aku hanya tau bagaimana
mencintaimu, dengan berhenti tepat di titik subuhmu,
tumpuan segala sujudku
Sebab kau, kekasihku
berkuasa atas semua rasa sakit,
dari luar atau dalam
jasad atau jiwa
maka aku ingin bersahabat denganmu,
meninggalkan kenyerian
jauh di belakangku.
Engkau menjadi pijar
titik api
ketika aku terjerambab
meraba-raba
dalam gelap
dan menarik lenganku keluar
dari segala
ketakutan
Hadirmu adalah nyawa
setiap tarikan
nafas hidupku
Bila benar hidup serupa
roda pedati,
aku ikhlas,
selama engkau adalah jalanan yang kulewati
( Puisi Keroyokan, Edisi Roman: David Surya & Caesarina)
16 Agustus 2011
Didedikasikan buat seorang teman yang sedang merayakan perkawinan
dalam gamang...
· · Bagikan · Hapus
- David L Nino Zieps... muantaps... kalo aku sendiri pasti ga serame ini, karna keroyokan itu lha yg bisa jd INDAH16 Agustus jam 15:02 ·
- Suara Alam Desa Sangat menyukai Puisi anda.. heheheheee.. ga bisa koment kawan,16 Agustus jam 15:05 ·
- Caesarina Pujirohyati @SAD: hehe..sy cm penggembira kok..tanya kawan David tuh..16 Agustus jam 15:24 ·
SePoToNg RiNdU
Senja samar
terang menggelincir di barat
benakku berputar
mengingat bayangmu berpendar
nun jauh
waktu kian sempit
dadaku nyaris terbelah
perih melolong sengit
rinduku membuncah
merobek langit
kutitip puisi rindu
pada nyanyi angin sendu
agar hati tak kian pilu
berharap kaupun rindu
datarnya hari, melaju cepat
aku menghitung bintang
sawah yang mulai kering
anak-anak berlarian
ke surau
suara muadzin mendayu
membungkus pilu dengan kemelut
aku bersimpuh di haribaan
senja
ketika rindu menyerbu
semakin menggila
bayangmu meronta
menari-nari dalam benak
simpuhku menjadi hentak
wahai, separuh jiwa
yang sedang kembara
tak inginkah sejenak
pulang
membasuh lara?
Banten, 20 Agustus 2011
(Puisi Keroyokan Suara Alam Desa & Caesarina)
terang menggelincir di barat
benakku berputar
mengingat bayangmu berpendar
nun jauh
waktu kian sempit
dadaku nyaris terbelah
perih melolong sengit
rinduku membuncah
merobek langit
kutitip puisi rindu
pada nyanyi angin sendu
agar hati tak kian pilu
berharap kaupun rindu
datarnya hari, melaju cepat
aku menghitung bintang
sawah yang mulai kering
anak-anak berlarian
ke surau
suara muadzin mendayu
membungkus pilu dengan kemelut
aku bersimpuh di haribaan
senja
ketika rindu menyerbu
semakin menggila
bayangmu meronta
menari-nari dalam benak
simpuhku menjadi hentak
wahai, separuh jiwa
yang sedang kembara
tak inginkah sejenak
pulang
membasuh lara?
Banten, 20 Agustus 2011
(Puisi Keroyokan Suara Alam Desa & Caesarina)
SeDiKiT BuAt ReNuNgAn
Sedikit buat renungan..
http://kotakhitamdunia.blogspot.com/2011/08/negara-terkaya-di-dunia-yang-luput-dari.html?m=1
http://kotakhitamdunia.blogspot.com/2011/08/negara-terkaya-di-dunia-yang-luput-dari.html?m=1
DaLaM HiDuP
dalam hidup
dua peristiwa
bergulungan langit senja
mau hujan
bias matahari
sebagian saja
tampak
dalam hidup
datarnya horizon
tak seperti yang
terkuak
nun jauh di batas
langit-bumi
mahluk yang merayapi tanah
atau terbang di udara
kaupun sudah kehabisan
cerita
cerita
melukis sketsa hampa
pada kanvasku
terbentang sepanjang jalan
berujung sebuah
keranda
taburkan bunga di atasnya
isak dan sesak merapal
bersama doa-doa
tak jelas
untukmu
untuk bumi
atau keranda yang masih tercium
bau kayu
dalam hidup
kau aku
tak bisa lagi lari
kemana-mana
Surabaya 21 Agustus 2011
dua peristiwa
bergulungan langit senja
mau hujan
bias matahari
sebagian saja
tampak
dalam hidup
datarnya horizon
tak seperti yang
terkuak
nun jauh di batas
langit-bumi
mahluk yang merayapi tanah
atau terbang di udara
kaupun sudah kehabisan
cerita
cerita
melukis sketsa hampa
pada kanvasku
terbentang sepanjang jalan
berujung sebuah
keranda
taburkan bunga di atasnya
isak dan sesak merapal
bersama doa-doa
tak jelas
untukmu
untuk bumi
atau keranda yang masih tercium
bau kayu
dalam hidup
kau aku
tak bisa lagi lari
kemana-mana
Surabaya 21 Agustus 2011
Langganan:
Postingan (Atom)