Datang kembali, rambut mengurai dan air mata berderai. Hancur aq melihatmu, belum juga kalimat meluncur dr bibir. Bertahun seatap, tak secuil kesenangan didapat, setelah jiwa raga terkuras habis-habisan. "Ada apa lgi kali ini?" Meluncur cerita yang sama. Perlakuan semena-mena. Kemuakan bertempur dengan keengganan. Semacam topeng tempat bersembunyi berlabel cinta, kesetiaan, amanah. Disusul sosok kecil yang harusnya jadi perekat, satu satu lahir. Kalau keengganan ini kemudian jd semacam rasionalisasi, distorsi berulang, yang tersisa darimu hanya bangkai tak berjiwa, menghabiskan hidup menyusuri alur yang dibuat orang lain, tanpa kehendak, tanpa apa2. Apa yang kau takutkan, padahal sebenarnya kau jauh lebih kuat dari mereka? Norma, tentu saja. Stigma yang akan menempel.Lalu jadi semacam dogma, bergaung seragam dalam koloni masyarakat, yang secara kurang ajar membuat batasan moral terhadap hal-hal diluar keinginan mereka. Kau, temanku, yang berkubang di dalamnya. Menghirup pengap udaranya, hingga nafasmu sesak! Tatanan moral dan kemapanan cuma pengamat sok tahu dan menyunggi kesucian versi mereka yang merasa berhak mencampuri hidup manusia, yang Tuhan sendiripun tidak semena-mena menjadi hakimnya.
Berhentilah menangis! Bertindak lebih baik dari sekedar mengulang-ulang cerita...
( PA Ketintang, Surabaya, 29 Juli 2011...)
Berhentilah menangis! Bertindak lebih baik dari sekedar mengulang-ulang cerita...
( PA Ketintang, Surabaya, 29 Juli 2011...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar